✔ Bawah Umur Jenius Itu Ibarat Apa Dan Mau Jadi Apa?
Apa ciri khas seorang anak bisa dikatakan jenius?
Apakah secara psikologis mereka berbeda dengan belum dewasa yang mempunyai IQ rata-rata?
Pertanyaan itu niscaya pernah kita ungkapkan, apalagi jikalau kita sebagai orang bau tanah muda atau berprofesi sebagai seorang guru maka pertanyaan itu akan menjadi pertanyaan yang indah untuk didiskusikan.
Untuk mengisi gosip hari ini terkait pertanyaan diatas, kutipan yang kami sanggup ketika membaca majalah i-Tech yang Diterbitkan oleh Surya University Press ini mungkin sanggup membantu.
Mendapatkan anak kandung belahan hati yang dilahirkan jenius tentu suatu anugerah Tuhan yang tiada duanya. Semua orang niscaya ingin punya anak menyerupai itu. Sayangnya tidak semua orang bisa begitu. Sebab, setiap anak dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Tapi yang lebih disayangkan, tidak semua orang siap mendapatkan kondisi anak yang lahir tidak sesuai dengan yang dibutuhkan orang tua. Karena itu, tidak sedikit yang berusaha keras menciptakan anaknya menjadi pintar. Taruh saja bukan jenius, tapi semoga bisa menjadi lebih pintar. Melebihi kawan-kawannya yang lain di sekolah.
Caranya, dengan memaksa mereka mengikuti les matematika, fisika, kimia dan sebagainya. Menetapkan jadwal berguru yang ketat, dan bahkan menjatuhkan eksekusi terhadap anak yang tidak menurut.
Pertanyaannya sekarang, apakah langkah menyerupai itu sempurna untuk kita lakukan? Yang pasti, kita sudah merampas hak anak untuk mempunyai dunianya sendiri. Dengan memaksanya menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melaksanakan sesuatu yang kita mau, kita sudah merampas hak anak untuk bermain. Bagaimanapun, dunia anak ialah bermain.
Dengan memaksanya untuk mengikuti kemauan kita, walaupun kita maksudkan untuk kebaikan dan masa depan dia, kita sudah merampas kemerdekaannya untuk bermain. Dunia yang boleh jadi tidak kita pahami sebagai sesuatu yang juga penting. Dunia yang justru mungkin bisa memperlihatkan motivasi, energi, bahkan keinginan yang positif untuk masa depan.
Mestinya kita memahami bahwa Tuhan YME itu Maha Adil. Karena kemahaadilan-Nya, anak jenius bisa lahir di keluarga mana saja. Bisa di keluarga bangsawan, bisa juga di keluarga hinadinawan. Bisa di keluarga pejabat, orang terpandang, hartawan yang kaya raya. Tapi bisa juga di keluarga petani miskin, atau bahkan keluarga seorang pengemis.
Untuk sementara ini, paling tidak, kita tidak bisa memilih. Berusaha mungkin kita bisa. Misalnya bagaimana caranya memelihara kesehatan seorang ibu hamil, sehingga anak yang akan dilahirkannya juga sehat. Tetapi, sekali lagi, itu tidak menjamin anak akan dilahirkan jenius.
Kita seringkali lupa bahwa tidak semua anak jenius itu sukses dalam hidupnya. Begitu juga, kita sering tidak ingat, tidak semua anak yang dilahirkan dengan kecerdasan rata-rata tidak bisa sukses. Dunia adakala memang bertolak belakang dengan angan-angan dan harapan kita.
Kita seringkali tidak tahu harus berbuat apa. Padahal kita mestinya mencari tahu apa yang semestinya dilakukan. Barangkali, kita bahkan juga tidak tahu harus menentukan apa: jenius atau sukses. Persoalan pelik yang kita hadapi ialah bahwa kita cenderung lupa bahwa sekali lagi tidak semua anak jenius itu bisa sukses.
Para psikolog yang tergabung dalam tim the National Center for Gifted and Talented (NCGT), yang bernaung di bawah Surya University membenarkan pandangan ini.
Dan perkembangan optimal belum dewasa jenius tentunya akan membentuk kesuksesan dikala mereka sanggup mengkontribusikan diri di dalam lingkungan mereka. Kalau begitu, tujuan utama kita dalam mendidik anak – apakah beliau seorang jenius atau anak dengan kecerdasan rata-rata – ialah bagaimana menciptakan beliau sukses dalam hidup. Selanjutnya, langkah apa yang mesti diambil?
Drs. Dwiyono Yulianto Prayitno, seorang pendidik yang tidak lain ialah Kepala Sekolah SMU Al-Azhar Kelapa gading, ketika dihubungi i-Tech beberapa waktu yang kemudian mengatakan, anak jenius ialah mereka yang bisa mendayagunakan potensi yang dimilikinya. Dan potensi yang dimaksud ialah potensi intelektual, spiritual dan emosional.
Potensi ini bisa dilihat dari beberapa ciri. Misalnya, punya kemampuan akademik di atas rata-rata, mempunyai kecerdikan bagus, bisa berguru cepat, perbendaharaan kata banyak, ingatan bagus, perfeksionis dan lain-lain.
Anak-anak yang demikian itu, berdasarkan dia, mesti ditangani dengan cara yang berbeda. Seperti yang dilakukan di sekolah yang beliau pimpin. Anak-anak demikian itu dimasukkan ke dalam kelas khusus, yaitu kelas akselerasi. Tetapi yang tidak kalah pentingnya, kata dia, bukan hanya membimbing anak untuk rajin belajar.
Melainkan juga bagaimana menanamkan kepada anak bahwa lingkungan itu juga penting. Dengan demikian, potensi intelektual, spiritual dan emosional mereka bisa ditumbuhkan. Sekarang kita tinggal melihat ke depan. Apa yang mesti kita perbuat dan apa pula yang pemerintah bisa lakukan untuk mendukung langkah-langkah yang tepat.
Kita mempunyai begitu banyak anak yang mungkin bisa dikatakan jenius. Pendiri sekaligus Rektor Surya University, Prof. Yohanes Surya,Ph.D., pernah menyampaikan bahwa belum dewasa kita, termasuk belum dewasa yang tidak bisa dari kawasan terpencil di Indonesia, tidak kalah kecerdasannya dari belum dewasa dari negara maju. Kecerdasan mereka bahkan bisa melampaui kecerdasan belum dewasa dari negara maju itu. Sayangnya, sejauh ini pemerintah masih terkesan kurang peduli.
Meskipun Kementerian Pendidikan sudah memperlihatkan sedikit kepedulian, tetapi kepedulian yang sama belum terlihat di jajaran di bawahnya. Hendra Kwee, Ph.D., salah seorang dosen di SU yang tidak lain ialah juga Pembina Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), ketika berbicara dengan i-Tech, sempat mengemukakan kekecewaannya berkenaan dengan perhatian yang diberikan jajaran pemerintahan terhadap belum dewasa jenius dan berprestasi di Indonesia.
Kita gembira mempunyai seorang B.J. Habibie. Mantan Presiden RI ini ternyata ialah putra bangsa yang mempunyai IQ 200, yang dinyatakan tertinggi senusantara. Pertanyaannya, apakah kita bisa menumbuhkembangkan Habibie-Habibie muda yang mungkin kini masih balita, sehingga menjadi manusia-manusia sukses menyerupai BJ. Habibie yang mantan Presiden RI?
Tanpa melalui tes IQ misalnya, apakah kita sanggup mengetahui seorang anak itu bisa dikatakan jenius?
Anak dinyatakan jenius jikalau sudah menjalankan proses investigasi psikologis dengan memakai salah satunya alat tes inteligensi. Tanpa memakai alat tes psikologis, anak hanya sanggup dinyatakan punya indikasi sebagai anak jenius, tentunya didapatkan dari observasi mendalam terhadap sikap berguru dan hasil-hasil akademis atau prestasi yang telah dicapai.
Apakah anak jenius itu memerlukan perlakuan khusus, terutama dalam dunia pendidikan? Mereka dikatakan cepat bosan bila pelajaran itu-itu saja. Apakah benar demikian sikap anak jenius?
Dalam dunia pendidikan, anak jenius memang perlu diberikan perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan belum dewasa lainnya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan, kreativitas, originalitasnya luar biasa, yang membutuhkan stimulus yang menantang kemampuan kognitifnya. Sikap bosan dikala berguru biasanya muncul dikala anak jenius tidak mendapatkan kebutuhan stimulus kognitif yang menantang kemampuannya.
Ada yang beropini bahwa kejeniusan seseorang tidak menjamin kesuksesannya dalam hidup. Bagaimana sebenarnya? Apakah secara psikologis mereka membutuhkan lingkungan khusus dan perlakuan khusus di rumah maupun di sekolah?
Kejeniusan seseorang memang belum tentu menjamin kesuksesannya dalam hidup. Namun, dengan penanganan sempurna sasaran bagi belum dewasa jenius ini, tentunya perkembangan mereka baik secara kognitif, sosial, dan emosional akan lebih optimal. Perkembangan optimal belum dewasa jenius tentunya akan membentuk kesuksesan dikala mereka sanggup mengkontribusikan diri di lingkungan.
Langkah apa yang mesti diambil dalam mendidik belum dewasa jenius, sehingga kejeniusannya bisa bermanfaat bagi masa depannya?
Penanganan yang sempurna memang perlu diberikan secara keseluruhan di sekolah maupun keluarga, termasuk di dalamnya stimulasi kognitif dan pendampingan psikologis anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Rasa peduli dengan permasalahan sosial di lingkungan sekitar anak yang perlu ditumbuhkan lantaran merupakan faktor penting dalam membuatkan keinginan anak untuk berkontribusi pada lingkungan nantinya.
Sejauh ini, pemerintah terkesan kurang peduli terhadap belum dewasa Jenius. Mestinya apa yang sanggup dilakukan pemerintah? Apakah Kementerian Pendidikan contohnya perlu menyediakan wadah khusus untuk mendidik anak anak jenius?
Pemerintah sanggup juga memperlihatkan pemberian pendidikan dalam bentuk memfasilitasi pengayaan bagi belum dewasa jenius. Selain itu, sanggup juga meningkatkan mutu program-program akselerasi yang sudah berjalan.
Beberapa tokoh pendidik bangsa bekerjsama sudah memperlihatkan kepedulian mereka terhadap belum dewasa jenius. Prof. Yohanes Surya, misalnya, telah melaksanakan banyak sekali langkah dalam membimbing belum dewasa berprestasi, terutama terhadap belum dewasa Papua. Apakah yang dapat
dilakukan pemerintah untuk mendukung jadwal sebagaimana yang telah dijalankan oleh Prof. Yohanes Surya?
Langkah-langkah Prof Yohanes Surya dalam membimbing belum dewasa Papua merupakan bentuk kepedulian sosial yang menjunjung tinggi hak seluruh anak Indonesia, untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tentunya dengan harapan langkah-langkah ini sanggup menjadi awal yang baik untuk perkembangan pendidikan di Indonesia.
Permainan TAngam sanggup meningkatka iamjinasi dan nalar anak, coba berikan permainan tangram kepada anak siapa tahu beliau suka;
Apakah secara psikologis mereka berbeda dengan belum dewasa yang mempunyai IQ rata-rata?
Pertanyaan itu niscaya pernah kita ungkapkan, apalagi jikalau kita sebagai orang bau tanah muda atau berprofesi sebagai seorang guru maka pertanyaan itu akan menjadi pertanyaan yang indah untuk didiskusikan.
Untuk mengisi gosip hari ini terkait pertanyaan diatas, kutipan yang kami sanggup ketika membaca majalah i-Tech yang Diterbitkan oleh Surya University Press ini mungkin sanggup membantu.
Mendapatkan anak kandung belahan hati yang dilahirkan jenius tentu suatu anugerah Tuhan yang tiada duanya. Semua orang niscaya ingin punya anak menyerupai itu. Sayangnya tidak semua orang bisa begitu. Sebab, setiap anak dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Tapi yang lebih disayangkan, tidak semua orang siap mendapatkan kondisi anak yang lahir tidak sesuai dengan yang dibutuhkan orang tua. Karena itu, tidak sedikit yang berusaha keras menciptakan anaknya menjadi pintar. Taruh saja bukan jenius, tapi semoga bisa menjadi lebih pintar. Melebihi kawan-kawannya yang lain di sekolah.
Caranya, dengan memaksa mereka mengikuti les matematika, fisika, kimia dan sebagainya. Menetapkan jadwal berguru yang ketat, dan bahkan menjatuhkan eksekusi terhadap anak yang tidak menurut.
Pertanyaannya sekarang, apakah langkah menyerupai itu sempurna untuk kita lakukan? Yang pasti, kita sudah merampas hak anak untuk mempunyai dunianya sendiri. Dengan memaksanya menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melaksanakan sesuatu yang kita mau, kita sudah merampas hak anak untuk bermain. Bagaimanapun, dunia anak ialah bermain.
Dengan memaksanya untuk mengikuti kemauan kita, walaupun kita maksudkan untuk kebaikan dan masa depan dia, kita sudah merampas kemerdekaannya untuk bermain. Dunia yang boleh jadi tidak kita pahami sebagai sesuatu yang juga penting. Dunia yang justru mungkin bisa memperlihatkan motivasi, energi, bahkan keinginan yang positif untuk masa depan.
Mestinya kita memahami bahwa Tuhan YME itu Maha Adil. Karena kemahaadilan-Nya, anak jenius bisa lahir di keluarga mana saja. Bisa di keluarga bangsawan, bisa juga di keluarga hinadinawan. Bisa di keluarga pejabat, orang terpandang, hartawan yang kaya raya. Tapi bisa juga di keluarga petani miskin, atau bahkan keluarga seorang pengemis.
Untuk sementara ini, paling tidak, kita tidak bisa memilih. Berusaha mungkin kita bisa. Misalnya bagaimana caranya memelihara kesehatan seorang ibu hamil, sehingga anak yang akan dilahirkannya juga sehat. Tetapi, sekali lagi, itu tidak menjamin anak akan dilahirkan jenius.
Kita seringkali lupa bahwa tidak semua anak jenius itu sukses dalam hidupnya. Begitu juga, kita sering tidak ingat, tidak semua anak yang dilahirkan dengan kecerdasan rata-rata tidak bisa sukses. Dunia adakala memang bertolak belakang dengan angan-angan dan harapan kita.
Kita seringkali tidak tahu harus berbuat apa. Padahal kita mestinya mencari tahu apa yang semestinya dilakukan. Barangkali, kita bahkan juga tidak tahu harus menentukan apa: jenius atau sukses. Persoalan pelik yang kita hadapi ialah bahwa kita cenderung lupa bahwa sekali lagi tidak semua anak jenius itu bisa sukses.
Para psikolog yang tergabung dalam tim the National Center for Gifted and Talented (NCGT), yang bernaung di bawah Surya University membenarkan pandangan ini.
Menurut mereka, kejeniusan seseorang memang belum tentu menjamin kesuksesannya dalam hidup. Namun dengan penanganan yang sempurna sasaran bagi belum dewasa jenius, tentunya perkembangan mereka secara kognitif, sosial, dan emosional akan lebih optimal.
Drs. Dwiyono Yulianto Prayitno, seorang pendidik yang tidak lain ialah Kepala Sekolah SMU Al-Azhar Kelapa gading, ketika dihubungi i-Tech beberapa waktu yang kemudian mengatakan, anak jenius ialah mereka yang bisa mendayagunakan potensi yang dimilikinya. Dan potensi yang dimaksud ialah potensi intelektual, spiritual dan emosional.
Potensi ini bisa dilihat dari beberapa ciri. Misalnya, punya kemampuan akademik di atas rata-rata, mempunyai kecerdikan bagus, bisa berguru cepat, perbendaharaan kata banyak, ingatan bagus, perfeksionis dan lain-lain.
Anak-anak yang demikian itu, berdasarkan dia, mesti ditangani dengan cara yang berbeda. Seperti yang dilakukan di sekolah yang beliau pimpin. Anak-anak demikian itu dimasukkan ke dalam kelas khusus, yaitu kelas akselerasi. Tetapi yang tidak kalah pentingnya, kata dia, bukan hanya membimbing anak untuk rajin belajar.
Melainkan juga bagaimana menanamkan kepada anak bahwa lingkungan itu juga penting. Dengan demikian, potensi intelektual, spiritual dan emosional mereka bisa ditumbuhkan. Sekarang kita tinggal melihat ke depan. Apa yang mesti kita perbuat dan apa pula yang pemerintah bisa lakukan untuk mendukung langkah-langkah yang tepat.
Kita mempunyai begitu banyak anak yang mungkin bisa dikatakan jenius. Pendiri sekaligus Rektor Surya University, Prof. Yohanes Surya,Ph.D., pernah menyampaikan bahwa belum dewasa kita, termasuk belum dewasa yang tidak bisa dari kawasan terpencil di Indonesia, tidak kalah kecerdasannya dari belum dewasa dari negara maju. Kecerdasan mereka bahkan bisa melampaui kecerdasan belum dewasa dari negara maju itu. Sayangnya, sejauh ini pemerintah masih terkesan kurang peduli.
Meskipun Kementerian Pendidikan sudah memperlihatkan sedikit kepedulian, tetapi kepedulian yang sama belum terlihat di jajaran di bawahnya. Hendra Kwee, Ph.D., salah seorang dosen di SU yang tidak lain ialah juga Pembina Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), ketika berbicara dengan i-Tech, sempat mengemukakan kekecewaannya berkenaan dengan perhatian yang diberikan jajaran pemerintahan terhadap belum dewasa jenius dan berprestasi di Indonesia.
Kita gembira mempunyai seorang B.J. Habibie. Mantan Presiden RI ini ternyata ialah putra bangsa yang mempunyai IQ 200, yang dinyatakan tertinggi senusantara. Pertanyaannya, apakah kita bisa menumbuhkembangkan Habibie-Habibie muda yang mungkin kini masih balita, sehingga menjadi manusia-manusia sukses menyerupai BJ. Habibie yang mantan Presiden RI?
Kita mestinya tidak hanya berharap, tapi berbuat lebih banyak, dengan langkah-langkah yang sempurna dalam menangani belum dewasa unggulan itu.Pada kesempatan lain wawancara dengan pimpinan forum psikologi The National Center for Gifted and Talented (NCGT) yang berada dibawah naungan Surya University yaitu Dr. Sri Lanawati juga memperlihatkan keterangan yang tidak kalah pentingnya. Berikut kutipan wawancara itu:
Tanpa melalui tes IQ misalnya, apakah kita sanggup mengetahui seorang anak itu bisa dikatakan jenius?
Anak dinyatakan jenius jikalau sudah menjalankan proses investigasi psikologis dengan memakai salah satunya alat tes inteligensi. Tanpa memakai alat tes psikologis, anak hanya sanggup dinyatakan punya indikasi sebagai anak jenius, tentunya didapatkan dari observasi mendalam terhadap sikap berguru dan hasil-hasil akademis atau prestasi yang telah dicapai.
Apakah anak jenius itu memerlukan perlakuan khusus, terutama dalam dunia pendidikan? Mereka dikatakan cepat bosan bila pelajaran itu-itu saja. Apakah benar demikian sikap anak jenius?
Dalam dunia pendidikan, anak jenius memang perlu diberikan perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan belum dewasa lainnya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan, kreativitas, originalitasnya luar biasa, yang membutuhkan stimulus yang menantang kemampuan kognitifnya. Sikap bosan dikala berguru biasanya muncul dikala anak jenius tidak mendapatkan kebutuhan stimulus kognitif yang menantang kemampuannya.
Ada yang beropini bahwa kejeniusan seseorang tidak menjamin kesuksesannya dalam hidup. Bagaimana sebenarnya? Apakah secara psikologis mereka membutuhkan lingkungan khusus dan perlakuan khusus di rumah maupun di sekolah?
Kejeniusan seseorang memang belum tentu menjamin kesuksesannya dalam hidup. Namun, dengan penanganan sempurna sasaran bagi belum dewasa jenius ini, tentunya perkembangan mereka baik secara kognitif, sosial, dan emosional akan lebih optimal. Perkembangan optimal belum dewasa jenius tentunya akan membentuk kesuksesan dikala mereka sanggup mengkontribusikan diri di lingkungan.
Langkah apa yang mesti diambil dalam mendidik belum dewasa jenius, sehingga kejeniusannya bisa bermanfaat bagi masa depannya?
Penanganan yang sempurna memang perlu diberikan secara keseluruhan di sekolah maupun keluarga, termasuk di dalamnya stimulasi kognitif dan pendampingan psikologis anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Rasa peduli dengan permasalahan sosial di lingkungan sekitar anak yang perlu ditumbuhkan lantaran merupakan faktor penting dalam membuatkan keinginan anak untuk berkontribusi pada lingkungan nantinya.
Sejauh ini, pemerintah terkesan kurang peduli terhadap belum dewasa Jenius. Mestinya apa yang sanggup dilakukan pemerintah? Apakah Kementerian Pendidikan contohnya perlu menyediakan wadah khusus untuk mendidik anak anak jenius?
Pemerintah sanggup juga memperlihatkan pemberian pendidikan dalam bentuk memfasilitasi pengayaan bagi belum dewasa jenius. Selain itu, sanggup juga meningkatkan mutu program-program akselerasi yang sudah berjalan.
Beberapa tokoh pendidik bangsa bekerjsama sudah memperlihatkan kepedulian mereka terhadap belum dewasa jenius. Prof. Yohanes Surya, misalnya, telah melaksanakan banyak sekali langkah dalam membimbing belum dewasa berprestasi, terutama terhadap belum dewasa Papua. Apakah yang dapat
dilakukan pemerintah untuk mendukung jadwal sebagaimana yang telah dijalankan oleh Prof. Yohanes Surya?
Langkah-langkah Prof Yohanes Surya dalam membimbing belum dewasa Papua merupakan bentuk kepedulian sosial yang menjunjung tinggi hak seluruh anak Indonesia, untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tentunya dengan harapan langkah-langkah ini sanggup menjadi awal yang baik untuk perkembangan pendidikan di Indonesia.
Permainan TAngam sanggup meningkatka iamjinasi dan nalar anak, coba berikan permainan tangram kepada anak siapa tahu beliau suka;
Belum ada Komentar untuk "✔ Bawah Umur Jenius Itu Ibarat Apa Dan Mau Jadi Apa?"
Posting Komentar