✔ Menyelenggarakan Pembelajaran Matematika Secara Nyaman
Menyelenggarakan Pembelajaran Matematika Secara Nyaman dan Dapat Membuat Siswa Bergairah tidak Bisa Ditawar Lagi 😊 mungkin akan lebih lengkap.
Hasil Penelitian The Third International Mathematic and Science Study Repeat [TIMSS-R] pada tahun 1999 menyebutkan bahwa di antara 38 negara, prestasi siswa Sekolah Menengah Pertama Indonesia berada pada urutan 34 untuk matematika. Sementara hasil nilai matematika pada ujian Nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah. Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan kiprah matematika untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan, mengingat matematika merupakan induk ilmu pengetahuan dan ternyata matematika hingga ketika ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan.
Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) sering kali menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD hingga dengan Sekolah Menengan Atas bahkan hingga akademi tinggi. Padahal, matematika itu bukan pelajaran yang sulit, dengan kata lain sebagaimana dituturkan oleh jago matematika ITB Iwan Pranoto, setiap orang bisa bermatematika. Menurut Iwan, masalah fobia matematika kerap dianggap sangat krusial dibandingkan bidang studi lainnya lantaran semenjak SD bahkan TK, siswa sudah diajarkan matematika. “Kalau fisika, gres diajarkan di tingkat SMP. Karena itu, fobia fisika menjadi tidak begitu krusial dibandingkan matematika,”. Apalagi Kimia yang gres diajarkan ketika tingkat SMA.
Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau mendapatkan dan menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun dalam mencar ilmu matematika baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami konsep hingga aplikasinya maka dipastikan mereka akan bisa memahami bahan secara tuntas. Karena hal tersebut maka semuanya akan menjadi terperinci dan tidak kabur. Berbeda dengan kepanjangan versi kedua, tidak sanggup dibayangkan jikalau kita semakin tekun dan giat mencar ilmu matematika malah menjadi tidak karuan alias amburadul. Mungkin kondisi ini lebih cocok jikalau diterapkan kepada siswa yang kurang berminat dalam mencar ilmu matematika [bagi siswa yang mempunyai keunggulan di bidang lain] sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk sanggup memahami bahan matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap lebih cocok untuk dirinya dan lebih gampang dalam pemahamannya.
Terkait dengan rasa apriori berlebihan terhadap matematika ditemukan beberapa penyebab fobia matematika di antaranya ialah yang meliputi penitikberatan belebihan pada penghafalan semata, penitikberatan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penitikberatan berlebihan pada prestasi individu. Oleh lantaran itu, untuk mengatasi hal ini, kiprah guru sangat penting. Karena begitu pentingnya kiprah guru dalam mengatasi fobia matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika saja, maka ketika ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar dengan memakai logika matematis.
Sekedar diketahui bahwa matematika bukan hanya sekadar acara penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian lantaran bermatematika di zaman kini harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup modern. Karena itu, bahan matematika bukan lagi sekadar aritmetika tetapi bermacam-macam jenis topik dan masalah yang erat dengan kehidupan sehari-hari.
Dari aspek psikologi, berdasarkan psikolog Alva Handayani, peranan orang renta pun dibutuhkan untuk mengatasi fobia matematika. Menurutnya, mengajar matematika bukan sekadar mengenal angka dan menghafalnya namun bagaimana anak memahami makna bermatematika. Orang renta harus memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, observasi dalam keadaan rileks. Para orang renta tidak perlu khawatir dengan kemampuan matematika para putra-putri mereka. Yang terpenting dalam menumbuhkan cinta anak pada matematika ialah terbiasanya anak menemukan konsep matematika melalui permainan dalam suasana santai di rumah dalam rangka mempersiapkan masa depan anak.
“Jika anak sering menemukan orang renta memakai konsep matematika, anak akan menangkap info tersebut dan akan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, pengaturan uang saku dan tabungan hingga pengaturan jadwal kereta api atau penerbangan,”
Tetapi, yang penting untuk diketahui dan dijadikan pegangan ialah bahwa matematika itu merupakan ilmu dasar dari pengembangan sains (basic of science) dan sangat berkhasiat dalam kehidupan. Dalam perdagangan kecil-kecilan saja, orang dituntut untuk mengerti aritmetika minimal penjumlahan dan pengurangan. Bagi pegawai/karyawan perusahaan harus mengerti waktu/jam, Bendaharawan suatu perusahaan harus memahami seluk beluk keuangan. Ahli agama, politikus, ekonom, wartawan, petani, ibu rumah tangga, dan semua insan “sebenarnya” dituntut menyenangi matematika yang kemudian berupaya untuk mencar ilmu dan memahaminya, mengingat begitu pentingnya dan banyaknya kiprah matematika dalam kehidupan manusia.
Fakta menunjukkan, tidak sedikit siswa sekolah yang masih menganggap matematika ialah pelajaran yang bikin stress, membuat pikiran bingung, menghabiskan waktu dan cenderung hanya mengotak-atik rumus yang tidak berkhasiat dalam kehidupan. Akibatnya, matematika dipandang sebagai ilmu yang tidak perlu dipelajari dan sanggup diabaikan. Selain itu, hal ini juga didukung dengan proses pembelajaran di sekolah yang masih hanya berorientasi pada pengerjaan soal-soal latihan saja. Hampir belum pernah dijumpai proses pembelajaran matematika dikaitkan pribadi dengan kehidupan nyata. Menyikapi hal ini, berdasarkan hemat penulis dalam rangka menyelamatkan “nyawa” matematika, maka satu hal yang segera dilakukan ialah bagaimana membuat siswa bahagia untuk mencar ilmu matematika?
Masalah pada tahap pertama, yakni memberikan bahan sesuai dengan tuntutan standar kurikulum. Pembelajaran matematika, yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Matematics atau NCTM [2000] menggariskan, bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan gres dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Untuk mewujudkan hal itu, sebagaimana dalam goresan pena Yaniawati (2006) dirumuskan ada lima tujuan umum pembelajaran matematika, yaitu:
Kemudian ketika siswa mengerjakan latihan soal guru [beserta asistennya] keliling untuk memperhatikan siswa secara personal. Tugas guru ialah membantu siswa biar sanggup menuntaskan tugasnya hingga benar. Siswa yang cerdik akan menerima perhatian yang kurang sementara siswa yang lemah akan menerima perhatian yang lebih intensif.
Hal yang paling esensial ketika mendampingi [terutama bagi yang berkemampuan rendah] ialah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa bahwa saya [baca: siswa] bisa dan bisa mengerjakan soal. I can do it. Guru harus berusaha menghilangkan persepsi dalam diri siswa bahwa matematika itu sulit dan mengusahakan biar siswa mempunyai pengalaman bahwa mencar ilmu matematika itu gampang dan menyenangkan. Kiranya model pembelajaran ini sanggup berjalan efektif jikalau kapasitas siswa setiap ruang ialah berkisar 15 – 20 siswa. Tetapi jikalau lebih, maka pembelajaran model yang demikian tetap sanggup berlangsung namun harus dibantu oleh beberapa guru atau asisten.
Ada juga siswa yang dalam belajarnya harus mendengarkan musik. Memang, musik tidak berkaitan pribadi dengan matematika. Musik bukan merupakan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Namun musik memainkan kiprah dalam membantu untuk membuat kenyamanan mencar ilmu di kelas. Musik hanya merupakan pengiring ketika para siswa mengerjakan soal. Sehingga musik sanggup membuat siswa lebih nyaman ketika mencar ilmu matematika. Namun, dalam hal ini adat dan menghargai teman lain juga perlu diperhatikan. Rasanya mustahil jikalau dalam satu kelas tersebut kemudian guru memberi kebebasan kepada siswa membawa tape, radio yang berukuran besar. Tapi, hal ini sanggup dilakukan contohnya memberi izin kepada siswa untuk memakai walkman, atau lainnnya yang penting tidak mengganggu konsentrasi siswa lainnya.
Selain tersebut, dijumpai juga siswa yang bahagia “ngemil” atau makan-makanan yang ringan menyerupai permen, kerupuk atau lainnya. Menyikapi siswa yang demikian tentunya guru juga tidak sanggup melarang serta merta kepada siswa untuk makan di dalam kelas. Pada intinya, apapun yang sanggup mengakibatkan siswa nyaman dan bahagia untuk mencar ilmu matematika sebaiknya oleh sang guru tidak dihentikan secara keras. Berikan kebebasan bergerak dan befikir kepada siswa yang tentunya juga tetap dalam batas-batas kewajaran.
(Menyelenggarakan Pembelajaran Matematika Secara Nyaman | Abdul Halim Fathani. *Penulis ialah Alumni Jurusan Matematika UIN Malang dan Peneliti pada Lingkar Cendekia Kemasyarakatan [LACAK] Malang)
Video pilihan khusus untuk Anda 💗 Masih menganggap matematika hanya hitung-hitungan semata, mari kita lihat kreativitas siswa ini;
Hasil Penelitian The Third International Mathematic and Science Study Repeat [TIMSS-R] pada tahun 1999 menyebutkan bahwa di antara 38 negara, prestasi siswa Sekolah Menengah Pertama Indonesia berada pada urutan 34 untuk matematika. Sementara hasil nilai matematika pada ujian Nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah. Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan kiprah matematika untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan, mengingat matematika merupakan induk ilmu pengetahuan dan ternyata matematika hingga ketika ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan.
Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) sering kali menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD hingga dengan Sekolah Menengan Atas bahkan hingga akademi tinggi. Padahal, matematika itu bukan pelajaran yang sulit, dengan kata lain sebagaimana dituturkan oleh jago matematika ITB Iwan Pranoto, setiap orang bisa bermatematika. Menurut Iwan, masalah fobia matematika kerap dianggap sangat krusial dibandingkan bidang studi lainnya lantaran semenjak SD bahkan TK, siswa sudah diajarkan matematika. “Kalau fisika, gres diajarkan di tingkat SMP. Karena itu, fobia fisika menjadi tidak begitu krusial dibandingkan matematika,”. Apalagi Kimia yang gres diajarkan ketika tingkat SMA.
Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan dari Matematika? Dalam benak saya, apa ada kepanjangan Matematika, selama ini yang diketahui kebanyakan orang, Matematika ialah tidak lebih dari sekedar ilmu dasar sains dan teknologi yang tentunya bukan merupakan singkatan. Setelah berfikir agak usang hampir mengalami kebuntuan dalam berfikir kesudahannya Nara Sumber menjelaskan, bahwa Matematika mempunyai kepanjangan dalam 2 versi. Pertama, Matematika merupakan kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak KAbur, dan kedua ialah MAkin TEkun MAkin TIdak KAruan. Dua kepanjangan tersebut tentunya sangat berlawanan.Fobia Matematika
Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau mendapatkan dan menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun dalam mencar ilmu matematika baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami konsep hingga aplikasinya maka dipastikan mereka akan bisa memahami bahan secara tuntas. Karena hal tersebut maka semuanya akan menjadi terperinci dan tidak kabur. Berbeda dengan kepanjangan versi kedua, tidak sanggup dibayangkan jikalau kita semakin tekun dan giat mencar ilmu matematika malah menjadi tidak karuan alias amburadul. Mungkin kondisi ini lebih cocok jikalau diterapkan kepada siswa yang kurang berminat dalam mencar ilmu matematika [bagi siswa yang mempunyai keunggulan di bidang lain] sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk sanggup memahami bahan matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap lebih cocok untuk dirinya dan lebih gampang dalam pemahamannya.
Terkait dengan rasa apriori berlebihan terhadap matematika ditemukan beberapa penyebab fobia matematika di antaranya ialah yang meliputi penitikberatan belebihan pada penghafalan semata, penitikberatan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penitikberatan berlebihan pada prestasi individu. Oleh lantaran itu, untuk mengatasi hal ini, kiprah guru sangat penting. Karena begitu pentingnya kiprah guru dalam mengatasi fobia matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika saja, maka ketika ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar dengan memakai logika matematis.
Sekedar diketahui bahwa matematika bukan hanya sekadar acara penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian lantaran bermatematika di zaman kini harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup modern. Karena itu, bahan matematika bukan lagi sekadar aritmetika tetapi bermacam-macam jenis topik dan masalah yang erat dengan kehidupan sehari-hari.
Dari aspek psikologi, berdasarkan psikolog Alva Handayani, peranan orang renta pun dibutuhkan untuk mengatasi fobia matematika. Menurutnya, mengajar matematika bukan sekadar mengenal angka dan menghafalnya namun bagaimana anak memahami makna bermatematika. Orang renta harus memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, observasi dalam keadaan rileks. Para orang renta tidak perlu khawatir dengan kemampuan matematika para putra-putri mereka. Yang terpenting dalam menumbuhkan cinta anak pada matematika ialah terbiasanya anak menemukan konsep matematika melalui permainan dalam suasana santai di rumah dalam rangka mempersiapkan masa depan anak.
“Jika anak sering menemukan orang renta memakai konsep matematika, anak akan menangkap info tersebut dan akan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, pengaturan uang saku dan tabungan hingga pengaturan jadwal kereta api atau penerbangan,”
Tetapi, yang penting untuk diketahui dan dijadikan pegangan ialah bahwa matematika itu merupakan ilmu dasar dari pengembangan sains (basic of science) dan sangat berkhasiat dalam kehidupan. Dalam perdagangan kecil-kecilan saja, orang dituntut untuk mengerti aritmetika minimal penjumlahan dan pengurangan. Bagi pegawai/karyawan perusahaan harus mengerti waktu/jam, Bendaharawan suatu perusahaan harus memahami seluk beluk keuangan. Ahli agama, politikus, ekonom, wartawan, petani, ibu rumah tangga, dan semua insan “sebenarnya” dituntut menyenangi matematika yang kemudian berupaya untuk mencar ilmu dan memahaminya, mengingat begitu pentingnya dan banyaknya kiprah matematika dalam kehidupan manusia.
Fakta menunjukkan, tidak sedikit siswa sekolah yang masih menganggap matematika ialah pelajaran yang bikin stress, membuat pikiran bingung, menghabiskan waktu dan cenderung hanya mengotak-atik rumus yang tidak berkhasiat dalam kehidupan. Akibatnya, matematika dipandang sebagai ilmu yang tidak perlu dipelajari dan sanggup diabaikan. Selain itu, hal ini juga didukung dengan proses pembelajaran di sekolah yang masih hanya berorientasi pada pengerjaan soal-soal latihan saja. Hampir belum pernah dijumpai proses pembelajaran matematika dikaitkan pribadi dengan kehidupan nyata. Menyikapi hal ini, berdasarkan hemat penulis dalam rangka menyelamatkan “nyawa” matematika, maka satu hal yang segera dilakukan ialah bagaimana membuat siswa bahagia untuk mencar ilmu matematika?
Secara umum, kiprah guru matematika di antaranya adalah: Pertama, bagaimana bahan pelajaran itu diberikan kepada siswa sesuai dengan standar kurikulum. Kedua, bagaimana proses pembelajaran berlangsung dengan melibatkan kiprah siswa secara penuh dan aktif, dalam artian proses pembelajaran yang berlangsung sanggup berjalan dengan menyenangkan. Merupakan tantangan bagi guru matematika untuk senantiasa berpikir dan bertindak kreatif di tengah kegelisahan dan keterpurukan nasib guru. Namun, penulis yakin masih banyak pendidik yang menanggapi ke”lesu”an hidup tersebut dengan perilaku optimistik dan penuh tanggung jawab terhadap kiprah dan kewajiban sebagai guru.Peran Guru dalam Pembelajaran Matematika
Masalah pada tahap pertama, yakni memberikan bahan sesuai dengan tuntutan standar kurikulum. Pembelajaran matematika, yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Matematics atau NCTM [2000] menggariskan, bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan gres dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Untuk mewujudkan hal itu, sebagaimana dalam goresan pena Yaniawati (2006) dirumuskan ada lima tujuan umum pembelajaran matematika, yaitu:
- pertama, mencar ilmu untuk berkomunikasi [mathematical communication];
- kedua, mencar ilmu untuk bernalar [mathematical reasoning];
- ketiga, mencar ilmu untuk memecahkan masalah [mathematical problem solving];
- keempat, mencar ilmu untuk mengaitkan inspirasi [mathematical connections]; dan
- kelima, pembentukan perilaku positif terhadap matematika [positive attitudes toward mathematics].
Agar tujuan pembelajaran Matematika sanggup tercapai maksimal, maka harus diupayakan biar semua siswa lebih mengerti dan memahami bahan yang diajarkan daripada harus mengejar sasaran kurikulum tanpa dibarengi pemahaman materi. Dalam prakteknya, pembelajaran berorientasi pada siswa ini sanggup dilaksanakan dengan cara pendampingan siswa satu persatu atau per kelompok. Penjelasan bahan dan tumpuan pengerjaan soal diberikan secara klasikal di depan kelas.Berorientasi pada Siswa
Kemudian ketika siswa mengerjakan latihan soal guru [beserta asistennya] keliling untuk memperhatikan siswa secara personal. Tugas guru ialah membantu siswa biar sanggup menuntaskan tugasnya hingga benar. Siswa yang cerdik akan menerima perhatian yang kurang sementara siswa yang lemah akan menerima perhatian yang lebih intensif.
Hal yang paling esensial ketika mendampingi [terutama bagi yang berkemampuan rendah] ialah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa bahwa saya [baca: siswa] bisa dan bisa mengerjakan soal. I can do it. Guru harus berusaha menghilangkan persepsi dalam diri siswa bahwa matematika itu sulit dan mengusahakan biar siswa mempunyai pengalaman bahwa mencar ilmu matematika itu gampang dan menyenangkan. Kiranya model pembelajaran ini sanggup berjalan efektif jikalau kapasitas siswa setiap ruang ialah berkisar 15 – 20 siswa. Tetapi jikalau lebih, maka pembelajaran model yang demikian tetap sanggup berlangsung namun harus dibantu oleh beberapa guru atau asisten.
Usaha selanjutnya ialah mengusahakan bagaimana biar suasana ruang kelas yang dipakai untuk mencar ilmu siswa ialah kondusif. Dengan kata lain tata letak perabot kelas tidak harus diatur secara “formal”. Sering kita jumpai, ada siswa yang malas mencar ilmu ketika harus duduk damai dan serius. Mereka lebih bahagia dan nyaman ketika mencar ilmu sambil tidur-tiduran di atas karpet. Menyikapi hal ini guru sebaiknya memberi kebebasan kepada siswa untuk mencar ilmu atau mengerjakan soal latihan di atas dingklik atau di lantai.Belajar Matematika yang Menyenangkan
Ada juga siswa yang dalam belajarnya harus mendengarkan musik. Memang, musik tidak berkaitan pribadi dengan matematika. Musik bukan merupakan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Namun musik memainkan kiprah dalam membantu untuk membuat kenyamanan mencar ilmu di kelas. Musik hanya merupakan pengiring ketika para siswa mengerjakan soal. Sehingga musik sanggup membuat siswa lebih nyaman ketika mencar ilmu matematika. Namun, dalam hal ini adat dan menghargai teman lain juga perlu diperhatikan. Rasanya mustahil jikalau dalam satu kelas tersebut kemudian guru memberi kebebasan kepada siswa membawa tape, radio yang berukuran besar. Tapi, hal ini sanggup dilakukan contohnya memberi izin kepada siswa untuk memakai walkman, atau lainnnya yang penting tidak mengganggu konsentrasi siswa lainnya.
Selain tersebut, dijumpai juga siswa yang bahagia “ngemil” atau makan-makanan yang ringan menyerupai permen, kerupuk atau lainnya. Menyikapi siswa yang demikian tentunya guru juga tidak sanggup melarang serta merta kepada siswa untuk makan di dalam kelas. Pada intinya, apapun yang sanggup mengakibatkan siswa nyaman dan bahagia untuk mencar ilmu matematika sebaiknya oleh sang guru tidak dihentikan secara keras. Berikan kebebasan bergerak dan befikir kepada siswa yang tentunya juga tetap dalam batas-batas kewajaran.
Menyelenggarakan pembelajaran matematika secara nyaman dan sanggup membuat siswa agresif untuk mengikutinya merupakan hal yang sudah tidak sanggup ditawar lagi untuk menuju bangsa yang berkemampuan unggul dalam Sumber Daya Manusia [SDM]. Dengan mempraktekkan taktik pembelajaran di atas diperlukan “nyawa” matematika sanggup terselamatkan. Dengan kata lain, siswa tidak lagi terserang penyakit fobia matematika. Dengan demikian siswa menjadi bahagia untuk mencar ilmu matematika yang tentunya akan berdampak pada penguasaan dan pemahaman terhadap bahan matematik yang merupakan ilmu dasar untuk pengembangan sains dan teknologi.Penutup
(Menyelenggarakan Pembelajaran Matematika Secara Nyaman | Abdul Halim Fathani. *Penulis ialah Alumni Jurusan Matematika UIN Malang dan Peneliti pada Lingkar Cendekia Kemasyarakatan [LACAK] Malang)
Video pilihan khusus untuk Anda 💗 Masih menganggap matematika hanya hitung-hitungan semata, mari kita lihat kreativitas siswa ini;
Belum ada Komentar untuk "✔ Menyelenggarakan Pembelajaran Matematika Secara Nyaman"
Posting Komentar