✔ Matematika Membutuhkan Kejujuran

Matematika Membutuhkan Kejujuran. Ini bisa menjadi salah satu tips semoga lebih cepat memahami matematika yaitu hiduplah dengan jujur. Tak jujur, Tak bisa bernalar artinya kalau tak jujur, tak bisa bernalar maka sanggup disimpulkan tak bisa juga bermatematika. Berikut penjelasannya semoga lebih terang lagi atau malah tambah tidak jelas.
Baca Juga
Sekretaris Jenderal Masyarakat Neurosains Indonesia yang juga dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado, Taufiq Pasiak, Selasa (23/4), mengatakan, insan berbuat tidak jujur lantaran ingin mencari kenyamanan, kesenangan, dan ketenangan. Usaha mencari kebahagiaan yaitu sifat alamiah manusia.
sebagian orang mencari kebahagiaan dengan berlaku tidak jujur. Padahal, kebahagiaan yang diperoleh dengan cara berdusta, manipulatif, sampai berlaku tak amanah itu bersifat sementara dan semu.
Tetapi, sebagian orang mencari kebahagiaan dengan berlaku tidak jujur. Padahal, kebahagiaan yang diperoleh dengan cara berdusta, manipulatif, sampai berlaku tak amanah itu bersifat sementara dan semu.
”Otak insan didesain semoga insan berbuat jujur. Tetapi, ada pecahan otak insan yang berperan menciptakan insan berlaku tidak jujur,” katanya.
Saat insan dihadapkan pada hal-hal yang menuntut kejujuran, pikiran sadarnya akan terusik. Proses ini berlangsung di pecahan otak depan yang disebut korteks prefrontalis. Bagian otak ini berperan dalam pengambilan keputusan, termasuk tindakan menimbang, menganalisis, sampai memperhitungkan risiko, baik-buruk, maupun untung-rugi sebuah keputusan atau tindakan.
”Proses pengambilan keputusan sejatinya yaitu proses berpikir,” katanya. Dengan berpikir, setiap stimulus yang muncul dipilah dan dipilih terlebih dahulu untuk selanjutnya memikirkan tindakan apa yang akan dilakukan.
Kecepatan proses berpikir untuk pengambilan keputusan berbeda pada setiap orang. Ada yang cepat, namun ada pula yang lambat. Kecepatan berpikir sangat bergantung pada dibiasakan atau tidaknya otak untuk berpikir.
Ada sebagian orang yang tidak bisa memikirkan tindakan yang akan dilakukan atau berpikir dengan tergesa-gesa. Ada pula, orang yang gres berpikir sehabis tindakan dilakukan. Itu menyampaikan stimulus yang ada eksklusif direspons dengan tindakan spontan yang terkadang bersifat destruktif dan mengakibatkan penyesalan.
Tindakan yang diambil tanpa proses berpikir menyampaikan kurang berperannya korteks prefrontalis. Bagian otak yang lebih mendominasi pengambilan keputusan yang tergesa-gesa yaitu sistem limbik di otak pecahan tengah. Sistem limbik mengatur hal-hal terkait emosi, ibarat rasa takut, cemas, atau khawatir.
Karena emosi lebih mengemuka dalam pengambilan keputusan, tindakan yang diambil yaitu hal-hal yang menenangkan dan menyenangkan emosi saja, tindakan untuk bertahan hidup semata, dan tidak memperhitungkan imbas jangka panjang.
Saat berbuat jujur, otak akan mengeluarkan serotonin dan oksitosin, zat kimia pengirim sinyal (neurotransmitter) yang menciptakan insan merasa nyaman, tenang, lega, dan bahagia.
Adapun dikala berlaku tidak jujur, neurotransmitter yang muncul yaitu kortisol yang menciptakan insan merasa bersalah, stres, tertekan, waswas, dan tidak nyaman. Ini yang menciptakan orang yang berbuat tidak jujur selalu diliputi ketakutan bila kebohongannya terungkap.
Evolusi Otak
Menurut Taufiq, otak pecahan depan insan dan korteks prefrontalis yaitu pecahan otak yang berkembang paling tamat dalam evolusi otak makhluk hidup, sampai disebut neokorteks. Otak banyak sekali hewan secara umum dikuasai oleh otak pecahan tengah (tempat sistem limbik) dan otak belakang yang disebut paleokorteks.Kondisi ini menciptakan nilai kejujuran hanya ada pada manusia. Dominasi otak pecahan tengah dan otak pecahan belakang pada hewan menciptakan keputusan yang diambil hewan hanya dipakai untuk bertahan hidup, tidak memperhitungkan benar atau salah.
”Karena kemampuan berpikirlah insan disebut Homo sapiens yang artinya makhluk yang bijaksana,” katanya.
Karena sudah ada dalam otak manusia, insan tak perlu diajarkan kejujuran lebih dulu untuk berbuat jujur. Kejujuran, berdasarkan Taufiq yang juga pendiri Center for Neuroscience Health and Spirituality Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, tidak berkaitan dengan fatwa agama. Ini menciptakan insan yang tidak beragama atau tidak percaya Tuhan juga bisa berbuat jujur.
”Agama memperpendek proses pembelajaran wacana kejujuran dan menyampaikan apa dan bagaimana kejujuran itu,” katanya. Sebelum ada agama, insan harus berusaha keras menjelaskan apa itu kejujuran dan dusta lantaran keduanya merupakan hal-hal yang bersifat abstrak.
Meski kejujuran yaitu bawaan manusia, tidak ada seseorang yang tidak pernah berbohong. Karena itu, bohong besar bila ada orang mengaku tidak pernah berbohong. Dalam hidup setiap manusia, selalu ada hal-hal yang mengganggu kenyamanan dan sifat alamiah insan selalu ingin mempertahankan kenyamanan itu, kalau perlu berbuat tidak jujur.
Dalam nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, ada ketidakjujuran yang bisa ditoleransi yang dikenal dengan istilah bohong putih (white lie). Tindakan itu biasanya dilakukan untuk melindungi atau mencapai tujuan yang lebih besar.
Mencontek atau menyuruh siswa mencontek, memanipulasi anggaran, atau berbohong dengan dalih melindungi institusi tertentu tidak termasuk bohong putih lantaran dalam jangka panjang perbuatan itu mempunyai daya rusak yang hebat.
Secara terpisah, dosen psikologi motivasi di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Bagus Riyono mengatakan, ketidakjujuran disebabkan tidak adanya kearifan dalam bertindak. Akibatnya, tindakan yang diambil lebih banyak didasari atas kepentingan sementara, kepentingan pribadi atau golongan, harapan berlebih terhadap materi, atau pengakuan orang lain. Kepentingan jangka panjang maupun kepentingan yang lebih besar pun terabaikan.
Pendidikan
Upaya membentuk insan yang jujur sanggup dimulai dari pendidikan yang mengedepankan logika siswa. Hal itu lantaran kejujuran terkait dengan kemampuan berpikir atau menalar. Kemampuan berpikir logis akan merangsang dan membiasakan korteks prefrontalis siswa aktif bekerja.”Selama sistem pendidikan Indonesia masih mengutamakan kemampuan menghafal dan abai dengan menalar, maka koruptor gres akan terus bermunculan,”
”Selama sistem pendidikan Indonesia masih mengutamakan kemampuan menghafal dan abai dengan menalar, maka koruptor gres akan terus bermunculan,” kata Taufiq.
Otak bersifat plastis alias gampang dibentuk. Struktur otak sanggup berubah tanggapan kondisi lingkungan yang berubah. Karena itu, bila kemampuan menalar tidak dibangun, proses pengambilan keputusan yang mendorong berbuat jujur juga tidak akan berkembang.
Bagus menambahkan, kemampuan logika saja tidak cukup untuk membangun kejujuran. Perbuatan jahat juga bisa dicarikan klarifikasi logisnya. Pendidikan yang mengedepankan kemampuan bernalar juga harus diikuti pemahaman mengenai perspektif yang benar wacana hidup dan hakikat kehidupan.
Kearifan, perspektif hidup, dan hakikat kehidupan seharusnya sanggup diperoleh siswa melalui pendidikan agama. Namun, Bagus yang juga Wakil Ketua Asosiasi Psikologi Islami menilai, pendidikan agama di Indonesia masih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat ritual, bukan membangun spiritual siswa.
”Pendidikan agama masih berorientasi pada problem syariat atau aturan agama, belum menyentuh hakikat atau hal-hal di balik syariat,” kata Bagus. [kompas.com]
Begitulah matematika sangat kuat pada kehidupan kita, untuk mempelelajarinya saja membutuhkan kejujuran.
Matematika sanggup mensugesti huruf kita, mari kita simak penjelasannya pada video berikut;

Belum ada Komentar untuk "✔ Matematika Membutuhkan Kejujuran"
Posting Komentar