✔ Dalil Empirical, Testable, Demonstrable Protocol
Ketika membaca percakapan antara mahasiswa dan profesornya di suatu kampus dari majalah imagazine, dimana kabar-kabarinya sang mahasiswa yaitu seorang ateis atau yang tidak mempunyai agama. Tapi bagaimana seorang ateis bisa mempunyai Iman sehingga ia berfikir dan bertindak atau menarik kesimpulan semata-mata tidak menurut Dalil Empirical, Testable, Demonstrable Protocol.
Seperi apa percakapan mereka beberapa ketika sebelum perkuliahan berlangsung;
Profesor: Kamu percaya Tuhan?
Mahasiswa: Tentu saja, Prof.
Profesor: Apakah Tuhan itu baik?
Mahasiswa: Tentu saja.
Profesor: Apakah Tuhanmu mahakuasa?
Mahasiswa: Tentu saja.
Profesor: Saudaraku meninggal lantaran kanker, padahal ia sudah berdoa memohon penyembuhan dari Tuhan. Sedangkan kita manusia, jikalau dimintai tolong, kita akan menolong. Tapi Tuhanmu tidak mau tolong saudaraku. Bagaimana kau katakan Tuhan itu baik?
(*Mahasiswa terdiam)
Profesor: Kamu tidak bisa menjawab. Sekarang kita ulangi lagi. Anak muda, apakah Tuhan itu baik?
Mahasiswa: Ya, tentu saja.
Profesor: Apakah setan itu baik?
Mahasiswa: Tidak.
Profesor: Siapa yang membuat setan?
Mahasiswa: Tuhan
Profesor: Benar jawabanmu. Apakah ada kejahatan di dunia ini?
Mahasiswa: Ya, ada.
Profesor: Kejahatan ada dimana-mana, bukan? Dan Tuhanlah yang membuat setan untuk berbagi kejahatan, bukan?
Mahasiswa: Benar.
Profesor: Jadi, siapa yang membuat kejahatan?
(*Mahasiswa terdiam)
Profesor: Apakah ada penyakit, kebejatan moral, kebencian, dan kebobrokan? Semua ini ada di dalam dunia, bukan?
Mahasiswa: Benar.
Profesor: Siapa yang membuat itu semua?
(*Mahasiswa terdiam)
Profesor: Ilmu pengetahuan mengajarkan bahwa kita mempunyai pancaindera. Pernahkah kau melihat Tuhan?
Mahasiswa: Belum.
Profesor: Pernahkah kau mendengar bunyi bunyi Tuhan?
Mahasiswa: Belum.
Profesor: Pernahkah kau memegang Tuhan, atau merasakannya atau mencium aroma Tuhan?
Mahasiswa: Belum.
Profesor: Tapi, kau masih percaya juga kepada Tuhan?
Mahasiswa: Ya.
Profesor: Menurut dalil Empirical, Testable, Demonstrable Protocol, ilmu pengetahuan mengajarkan bahwa sesuatu yang tak sanggup ditangkap oleh pancaindera menyerupai itu tidak layak dipercaya. Jadi, Tuhan mu itu tidak ada. Apa jawabmu?
Mahasiswa: Tidak ada jawaban, yang ada padaku hanya iman.
Profesor: Nah, ini repotnya—iman. Ilmu pengetahuan tidak bisa pertanda wacana iman.
Mahasiswa: Prof, apakah Prof percaya bahwa panas itu ada?
Profesor: Ya, tentu sayapercaya.
Mahasiswa: Apakah Prof percaya bahwa hambar itu ada?
Profesor: Ya, tentu saya percaya.
Mahasiswa: Salah besar. Dingin tidak ada. Kali ini Prof salah besar. Kita bisa mengalami suhu yang hangat, agak panas, cukup panas, panas, sangat panas, dan super panas alias mendidih. Tapi kita juga bisa mencicipi suhu yang tidak panas. Tapi hambar tidak ada. Kita bisa menyetel suhu hingga 458 derajat di bawah nol dan tidak ada ada panas di sana, tapi tidak bisa lebih dari itu. Jadi, hambar itu sesungguhnya tidak ada. Dingin itu sesungguhnya sebuah kata yang kita gunakan untuk menjelaskan wacana tidak hadirnya panas. Panas yaitu energy. Dingin bukan kebalikan dari panas, melainkan kondisi dimana panas tidak hadir.
(Profesor manggut-manggut)
Mahasiswa: Bagaimana dengan kegelapan, Prof? Apakah kegelapan itu benar ada?
Profesor: Ya tentu saja. Mana bisa ada malam jikalau tidak ada kegelapan?
Mahasiswa: Nah, Prof salah lagi sekarang. Kegelapan itu tidak ada. Kegelapan sesungguhnya yaitu kondisi dimana terang tidak hadir. Itu sebabnya kita bisa mengalami sedikit cahaya, cahaya normal, cahaya terang benderang, bahkan kilat. Tapi ketika cahaya atau terang tidak hadir secara tetap
untuk kurun waktu tertentu, maka itulah yang kita namakan kegelapan. Tapi kegelapan itu sendiri sesungguhnya tidak ada, yang ada yaitu tidak hadirnya terang. Itulah sebabnya Prof tidak bisa membuat kegelapan menjadi lebih gelap lagi, paham?
Profesor: Jadi, anak muda, apa yang ingin kau katakan?
Mahasiswa: Menurut ekonomis saya, argumen filosofis yang tadi Prof sampaikan itu sangat keliru.
Profesor: Keliru? Coba kau buktikan bahwa saya keliru?
Mahasiswa: Prof berpikir menurut prinsip dualisme. Prof beropini bahwa ada hidup dan ada kematian; ada Tuhan yang baik dan ada Tuhan yang tidak baik. Prof mengukur Tuhan dengan cara insan fana yang serba terbatas. Prof, ilmu pengetahuanmu tidak sanggup menerangkan wacana opinimu sendiri. Prof, Anda ini bukan ilmuwan tetapi pengkhotbah. (*Seluruh kelas mendadak tertawa)
Mahasiswa: Adakah di antara mahasiswa di kelas ini yang pernah melihat otaknya Profesor? (*Seluruh kelas mendadak tertawa lagi)
Mahasiswa: Adakah ia di antara kita yang pernah mendengar, meraba, atau mencium aroma otaknya Professor?
Karena tak ada orang pernah melaksanakan hal itu, maka menurut dalil Empirical, Stable, Demonstrable Protocol, ilmu pengetahuan pertanda bahwa Profesor ini tidak punya otak. Dengan segala hormat, Pak Profesor, bagaimana kami bisa percaya dengan ajaranmu sedangkan Prof tidak punya otak!
(*Profesor mulai naik pitam dan hampir meledak amarahnya)
Profesor: Ya, saya kira, kalian harus mendapatkan dengan kepercayaan bahwa saya punya otak, makanya saya pandai dan bisa jadi professor untuk mengajar kalian.
Mahasiswa: Naaah, itu dia. Sekarang Prof sudah pintar. Benar sekali katamu.
Apa yang kita lakukan hari ini yaitu Membangun Masa Depan;
Seperi apa percakapan mereka beberapa ketika sebelum perkuliahan berlangsung;
Profesor: Kamu percaya Tuhan?
Mahasiswa: Tentu saja, Prof.
Profesor: Apakah Tuhan itu baik?
Mahasiswa: Tentu saja.
Profesor: Apakah Tuhanmu mahakuasa?
Mahasiswa: Tentu saja.
Profesor: Saudaraku meninggal lantaran kanker, padahal ia sudah berdoa memohon penyembuhan dari Tuhan. Sedangkan kita manusia, jikalau dimintai tolong, kita akan menolong. Tapi Tuhanmu tidak mau tolong saudaraku. Bagaimana kau katakan Tuhan itu baik?
(*Mahasiswa terdiam)
Profesor: Kamu tidak bisa menjawab. Sekarang kita ulangi lagi. Anak muda, apakah Tuhan itu baik?
Mahasiswa: Ya, tentu saja.
Profesor: Apakah setan itu baik?
Mahasiswa: Tidak.
Profesor: Siapa yang membuat setan?
Mahasiswa: Tuhan
Profesor: Benar jawabanmu. Apakah ada kejahatan di dunia ini?
Mahasiswa: Ya, ada.
Profesor: Kejahatan ada dimana-mana, bukan? Dan Tuhanlah yang membuat setan untuk berbagi kejahatan, bukan?
Mahasiswa: Benar.
Profesor: Jadi, siapa yang membuat kejahatan?
(*Mahasiswa terdiam)
Profesor: Apakah ada penyakit, kebejatan moral, kebencian, dan kebobrokan? Semua ini ada di dalam dunia, bukan?
Mahasiswa: Benar.
Profesor: Siapa yang membuat itu semua?
(*Mahasiswa terdiam)
Profesor: Ilmu pengetahuan mengajarkan bahwa kita mempunyai pancaindera. Pernahkah kau melihat Tuhan?
Mahasiswa: Belum.
Profesor: Pernahkah kau mendengar bunyi bunyi Tuhan?
Mahasiswa: Belum.
Profesor: Pernahkah kau memegang Tuhan, atau merasakannya atau mencium aroma Tuhan?
Mahasiswa: Belum.
Profesor: Tapi, kau masih percaya juga kepada Tuhan?
Mahasiswa: Ya.
Profesor: Menurut dalil Empirical, Testable, Demonstrable Protocol, ilmu pengetahuan mengajarkan bahwa sesuatu yang tak sanggup ditangkap oleh pancaindera menyerupai itu tidak layak dipercaya. Jadi, Tuhan mu itu tidak ada. Apa jawabmu?
Mahasiswa: Tidak ada jawaban, yang ada padaku hanya iman.
Profesor: Nah, ini repotnya—iman. Ilmu pengetahuan tidak bisa pertanda wacana iman.
Mahasiswa: Prof, apakah Prof percaya bahwa panas itu ada?
Profesor: Ya, tentu sayapercaya.
Mahasiswa: Apakah Prof percaya bahwa hambar itu ada?
Profesor: Ya, tentu saya percaya.
Mahasiswa: Salah besar. Dingin tidak ada. Kali ini Prof salah besar. Kita bisa mengalami suhu yang hangat, agak panas, cukup panas, panas, sangat panas, dan super panas alias mendidih. Tapi kita juga bisa mencicipi suhu yang tidak panas. Tapi hambar tidak ada. Kita bisa menyetel suhu hingga 458 derajat di bawah nol dan tidak ada ada panas di sana, tapi tidak bisa lebih dari itu. Jadi, hambar itu sesungguhnya tidak ada. Dingin itu sesungguhnya sebuah kata yang kita gunakan untuk menjelaskan wacana tidak hadirnya panas. Panas yaitu energy. Dingin bukan kebalikan dari panas, melainkan kondisi dimana panas tidak hadir.
(Profesor manggut-manggut)
Mahasiswa: Bagaimana dengan kegelapan, Prof? Apakah kegelapan itu benar ada?
Profesor: Ya tentu saja. Mana bisa ada malam jikalau tidak ada kegelapan?
Mahasiswa: Nah, Prof salah lagi sekarang. Kegelapan itu tidak ada. Kegelapan sesungguhnya yaitu kondisi dimana terang tidak hadir. Itu sebabnya kita bisa mengalami sedikit cahaya, cahaya normal, cahaya terang benderang, bahkan kilat. Tapi ketika cahaya atau terang tidak hadir secara tetap
untuk kurun waktu tertentu, maka itulah yang kita namakan kegelapan. Tapi kegelapan itu sendiri sesungguhnya tidak ada, yang ada yaitu tidak hadirnya terang. Itulah sebabnya Prof tidak bisa membuat kegelapan menjadi lebih gelap lagi, paham?
Profesor: Jadi, anak muda, apa yang ingin kau katakan?
Mahasiswa: Menurut ekonomis saya, argumen filosofis yang tadi Prof sampaikan itu sangat keliru.
Profesor: Keliru? Coba kau buktikan bahwa saya keliru?
Mahasiswa: Prof berpikir menurut prinsip dualisme. Prof beropini bahwa ada hidup dan ada kematian; ada Tuhan yang baik dan ada Tuhan yang tidak baik. Prof mengukur Tuhan dengan cara insan fana yang serba terbatas. Prof, ilmu pengetahuanmu tidak sanggup menerangkan wacana opinimu sendiri. Prof, Anda ini bukan ilmuwan tetapi pengkhotbah. (*Seluruh kelas mendadak tertawa)
Mahasiswa: Adakah di antara mahasiswa di kelas ini yang pernah melihat otaknya Profesor? (*Seluruh kelas mendadak tertawa lagi)
Mahasiswa: Adakah ia di antara kita yang pernah mendengar, meraba, atau mencium aroma otaknya Professor?
Karena tak ada orang pernah melaksanakan hal itu, maka menurut dalil Empirical, Stable, Demonstrable Protocol, ilmu pengetahuan pertanda bahwa Profesor ini tidak punya otak. Dengan segala hormat, Pak Profesor, bagaimana kami bisa percaya dengan ajaranmu sedangkan Prof tidak punya otak!
(*Profesor mulai naik pitam dan hampir meledak amarahnya)
Profesor: Ya, saya kira, kalian harus mendapatkan dengan kepercayaan bahwa saya punya otak, makanya saya pandai dan bisa jadi professor untuk mengajar kalian.
Mahasiswa: Naaah, itu dia. Sekarang Prof sudah pintar. Benar sekali katamu.
Tuhan yang kita bahas tadi hanya bisa dilihat dengan Iman
Mahasiswa yang berdebat dengan Profesor tersebut yaitu Albert Einstein, jauh sebelum ia menjadi ilmuwan terkenal
Apa yang kita lakukan hari ini yaitu Membangun Masa Depan;
Belum ada Komentar untuk "✔ Dalil Empirical, Testable, Demonstrable Protocol"
Posting Komentar